Vihara tertua di Kota Bogor, Vihara Dhanagun, melaksanakan ritual Cio Ko, yang ditutup dengan tradisi membakar patung kertas Raja Air dan Raja Api, sepanjang Jumat (21/8). Cio Ko yang dipimpin oleh Biksu Dharmarahitfa (Teng Shin) merupakan ritual agama bagi umat Buddha dan Kong Hu Cu dalam menghormati para leluhur. Sesuai tradisi di vihara tersebut, setelah rampung pelaksanaan ritual Cio Ko, dilaksanakan tradisi pembakaran patung kertas Raja Air dan Raja Api. Patung mana yang lebih dahulu ambruk diyakini melambangkan musim hujan atau musim kemarau panjang yang akan terjadi bulan ini dan bulan-bulan mendatang. Menurut Ketua Bagian Ritual Vihara Dhanagun Frankie Sibbald, ritual Cio Ko dilaksanakan satu tahun sekali setiap bulan ketujuh (cit we) kalender China. "Satu hari dalam bulan ketujuh, umat akan melaksanakan Cio Ko di vihara mana saja. Biasanya, seperti saat ini, Vihara Dhanagun yang lebih dulu menyelenggarakannya, yang biasanya disusul vihara-vihara lainnya," kata Frankie. Selain memanjatkan doa-doa, kekhasan ritual Cio Ko itu, antara lain, umat mempersembahkan beras dan berbagai makanan dan minuman bagi para arwah leluhur. Kemudian, setelah didoakan atau disucikan, para biksu yang dipimpin Biksu Dhamarahitfa, makanan diperebutkan para umat atau siapa saja yang berminat. Ini khususnya makanan dari meja persembahan yang dibagi-bagikan langsung oleh para biksu. Umat percaya, makanan tersebut sangat membawa berkah. Makanan yang diperebutkan, yang ditata pada tampah-tampah besar, berupa aneka buah, kue kering, kue basah, permen, dan makanan kering, seperti mi kering. Khusus untuk beras, yang terdiri dari 8.000 kantung yang tiap kantunganya berisi lima liter, dibagikan kepada kaum duafa yang sebelumnya menerima kupon pembagian tersebut. "Setelah makanan diperebutkan habis dan sebelum pemberian beras dilakukan, dilakukan pembakaran patung kertas Dewa Penjaga Pintu Neraka atau Dewa Kematian (Giam Lo Ong). Pembakaran ini menandakan bahwa ritual Cio Ko sudah rampung dan sempurna," kata Frankie. Meski demikian, tradisi di Vihara Dhanagun adalah melakukan pembakaran patung Raja Air dan Raja Api antara pukul 19.00 dan 20.00 di halaman vihara. Patung kertas Raja Api yang mengendarai kuda bekepala naga dilambangkan sebagai musim kemarau, sedangkan Raja Air yang mengendarai kuda putih dilambangkan sebagai musim hujan. "Keduanya disulut api bersamaan. Karena tata caranya dibakar, maka yang menang adalah patung yang roboh lebih dahulu. Yang roboh itu menandakan, musim yang akan berlangsung lama saat ini," kata Frankie. Ternyata setelah beberapa saat tersulut api, patung Raja Api yang lebih dahulu roboh. Berarti, mau percaya atau tidak, musim kemarau kali ini akan berlangsung panjang karena Raja Api menang.
Sumber Referensi : kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar