Indonesian Sea Radar (ISRA) radar pengawas pertama milik Indonesia hasil ciptaan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akhirnya diluncurkan. Ini merupakan radar yang dapat digunakan untuk membantu pengaturan transportasi laut dan udara, pengamatan cuaca, pemetaan wilayah, serta navigasi. "Selain itu dapat digunakan untuk aplikasi pertahanan keamanan (militer) seperti pemandu rudal dan pengunci sasaran," ucap Kepala LIPI Prof. dr. Umar Anggara Jenie saat peluncuran radar tersebut yang merupakan bagian dari peringatan hari ulang tahun LIPI ke-42 di Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang, Jawa Barat. Ikut hadir dalam acara para pejabat LIPI. Prof. Umar mengatakan, radar ISRA merupakan bukti bahwa tenaga ahli dalam negeri mampu membuat peralatan dengan teknologi tinggi. "Ini mendukung kemandirian membuat alat-alat strategis. Belum lagi prosedur pembelian radar luar negeri sulit dan harganya mahal," jelasnya. Kepala Bidang Elektronik dan Telekomunikasi LIPI dr. Mashury Wahab mengatakan, penelitian untuk membuat radar tersebut dilakukan selama 3 tahun oleh satu tim berjumlah 20 orang dengan memakan biaya sekitar Rp 3 milyar. Sebelumnya, para peneliti diberikan bantuan oleh pemerintah Belanda untuk pelatihan dasar di Delft University of Technologi the Netherlands yang kemudian diaplikasikan dan dikembangkan di Indonesia. Radar dengan panjang 2 meter dan lebar 1 meter, berat sekitar 200 kg, serta jangkauan deteksi hingga 64 km tersebut, paparnya, telah menggunakan teknologi Frequency-Modulated Continuous (FM-CW) yang konsumsi daya listrik lebih rendah dan ukuran radar lebih kecil dibanding radar yang digunakan di Indonesia. "Radar yang digunakan instansi-instansi pemerintah teknologinya ketinggalan, daya (listrik) dan ukurannya juga besar. Kalau radar ISRA biaya operasional dan perawatannya jauh lebih rendah," ujar dia. 60 persen komponen radar, ungkapnya, masih di impor sehingga menjadi hambatan dalam proses pembuatan karena harus menunggu masuknya komponen. Uji coba radar sudah dilakukan di Cilegon dengan mendeteksi kapal-kapal yang melintasi selat sunda. Menurutnya, produksi masal untuk radar tersebut diharapkan dapat dilakukan pada 2011 setelah melalui proses penyempurnaan. "Tahap selanjutnya pada akhir tahun ini, kita akan buat radar mobile yang bisa dibawa kemana-mana. Tahap terakhir tahun 2011 kita akan buat jaringan dengan beberapa radar yang terkoneksi dan bisa dipantau dari pusat tanpa harus ke lapangan," jelas dia. Untuk harga jual, lanjut dia, diperkirakan lebih murah 50 persen dibanding radar pesaing dari negara Polandia yang dibandrol Rp 9 milyar. Lebih lanjut Mashury menjelaskan, LIPI sudah ditugaskan oleh Kementrian Negara Riset dan Teknologi untuk membuat radar versi militer dengan teknologi yang sama untuk dipasang di kapal milik TNI AL pada tahun 2010. "Saat ini semua radar di kapal TNI AL masih impor. Hanya radar dan senjata saja memakan 55 persen dari total harga kapal," ucapnya. Selain TNI AL, katanya, berbagai pihak mulai tertarik menggunakan radar tersebut seperti Badan Koordinasi Keamanan Laut, Departemen Perhubungan, pihak swasta untuk pengawas pelabuhan, dan beberapa pihak asing. "Di Asia Tenggara cuma kita yang bisa buat (radar)," ujarnya.
Sumber Referensi : kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar